Browser Kamu, dengan resolusi berjalan baik di Website ini

KONFLIK DAN PERANG TANDING ADONARA

Tuesday, January 8, 2008


A. PENDAHULUAN

Sesungguhnya perang yang mendunia, merupakan suatu temuan sosial yang
selalu ada dalam dinamika sejarah kehidupan masyarakat. Menurut Margareth Mead
(1940) perang (kekerasan sistematis) adalah suatu temuan sosial yang dipelajari secara
tidak se-ngaja. Hal ini bisa saja bermula dari berbagai cerita rakyat yang menguraikan
bahwa jika masyarakat berada dalam situasi-situasi khusus, maka kekerasan
merupakan suatu bentuk responsif yang layak dipilih.

Pendapat ini dengan lugas memperlihatkan bahwa perang adalah sebuah produk
sosial yang ada dalam setiap dinamika sejarah kehidupan masyarakat. Jika demikian,
dapatkah perang dilenyapkan? Perang dan damai selalu tidak terlepas dari faktor
manusia itu sendiri. Keduanya menyentuh batin manusia tidak secara marginal dan
pariferal, melainkan menyentuh secara sentral dan menyeluruh. Berarti untuk
menghentikan perang tanding sangat tergantung pada orang-orang Adonara sendiri.

B.PRODUK SOSIAL

Perang tanding di Adonara, tidak seharusnya dipahami sebagai sebuah bentuk
kekerasan atau kekejaman bunuh membunuh semata. Tetapi sebagai sebuah hal mistis
religius yang menjadi perintah dari sebuah wujud tertinggi, Rera Wulang. Perang tanding
sesungguhnya mempunyai dimensi mistis religius menyangkut kebenaran hakiki
"mureng - nalang" (benar-salah), medhong-melang (baik-buruk), ata raeng-titeng
(kepemilikkan) yang terpaut langsung dengan sang pencipta atau Rera Wulang.

Prinsip ini barangkali tidak masuk akal atau sangat naif. Ernst Vatter dalam
bukunya Ata Kiwang mengulas dalam sebuah bab: Adonara, Pulau Pem-bunuh,
menjelaskan hal yang tidak masuk akal ini se-bagai berikut : "Di Hindia Belanda Bagian
Timur ti-dak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu ba-nyak pembunuhan seperti di
Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan keja-hatankejahatan
kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orangorang
Adonara. Tak ada satu pulau lain di sebelah timur ke-pulauan Indonesia yang
mempunyai nama yang be-gitu jelek, baik untuk orang Eropa maupun untuk orang
pribumi dari wilayah-wilayah tetangga, seperti Adonara. Meski pulau ini dikaruniai
dengan keindahan alam dan kesuburan tanah, serta pen-duduknya dibedakan dari
orang-orang lain karena ke-cerdasannya, semangat kerja serta kemampuan menyesuaikan
diri dan semangat hidup yang tak terkendali.

Keadaan ini tidak saja disebabkan oleh kutuk dendam darah yang masih
menekan dan membelenggu tanah ini, dan tahun demi tahun masih selalu menuntut
korban, tetapi juga disebabkan oleh keadaan jiwanya dan keadaan rohani suku bangsa
ini: terlalu perasa terhadap penghinaan, yang paling sepele pun..., suatu kecenderungan
untuk bertingkah serta keangkuhan dengan suatu rasa rendah diri yang nyata terhadap
bangsa dan kebudayaan sendiri, kesenangan untuk berperang dan penumpahan darah,
dibarengi dengan kecurigaan dan ketakutan; akhirnya tak dapat disangkal bahwa ada
suatu kecenderungan untuk berlaku kasar dan kejam, atau mungkin lebih tepat
dikatakan suatu desakan yang tak tertahankan untuk menyelesaikan tegangan-tegangan
kejiwaan dengan tindakan-tindakan yang eksploitif.

Dapat dikatakan bahwa Adonara adalah suatu pulau yang tidak mempunyai
batas dan patokan; menurut pandangan Eropa rangsangan dan reaksi pada orang-orang
ini tidak sepadan, sebab dan tindakan kelihatannya tidak mempunyai hubungan yang
masuk akal".

Ketidakmengertian banyak kalangan atas hakekat perang tanding di Adonara,
membuat banyak orang berkesimpulan sama dengan Ernst Vatter. Padahal perang
tanding di Adonara merupakan sebuah produk sosial yang selalu ada dalam dinamika
kehidupan masyarakat.

Pertama, perang tanding diterima sebagai sebuah ritual mistis religius untuk
mencari kebenaran hakiki yang disebut koda. Koda adalah inti dari sebuah keyakinan
atas nilai kebenaran yang diperjuangkan. Koda mureng deino, koda nalang gokano.
Artinya ji-ka Anda benar, Anda tetap tegak berdiri. Apabila An-da salah, Anda harus
jatuh. Atau koda mureng tobu lewum, koda nalang pekeng lewum. Arinya, jika An-da
benar, Anda tetap menghuni kampung Anda. Jika Anda kalah, keluarlah dari kampung
Anda sendiri.

Dalam hal ini perang tanding diyakini sebagai suatu proses budaya, dimana
setiap orang dapat menemukan jati diri dan kehormatannya dalam mempertahankan
kebenaran dan keadilan. Pandangan ini membuat orang Adonara sangat menjaga
eksistensinya dan tidak melakukan pembunuhan segampang orang membalikkan
telapak tangan.

Manusia selalu dihormati sebagai makhluk ciptaan Tuhan tertinggi, milik "Rera
Wulang". Sehingga memperlakukannya secara tidak manusiawi sampai membunuhnya
tidak diperkenankan. Menghilangkan nyawa seseorang dengan sendirinya bermusuhan
langsung dengan Rera Wulang, yang konsekuensinya pemutusan hubungan langsung
(kenetung) dengan Tuhan.

Kedua, perang tanding sebagai keharusan pilihan penyelesaian konflik dan
solusi atau alternatif terakhir (last resort) karena jalan damai menemui jalan buntu. Hal
ini disebabkan oleh
1. Ketidak relaan pihak-pihak yang bersengketa mengakhiri konflik dan tetap
    mempertahankan kebenaran pandangan masing-masing.
2. Keinginan pihak-pihak yang bermusuhan, menunjukkan kehormatan atas
    perjalanan pencarian kebenaran hakiki atas obyek yang disengketakan.
3. Keyakinan, bahwa perang tanding dengan kekalahan pada salah satu pihak,
    dapat memberi bukti langsung siapa yang benar dan siapa yang salah.

Pilihan ini dapat memungkinkan dimulainya perubahan struktural yang diperlukan
untuk menghilangkan sebab-sebab fundamental terjadinya konflik. Hal ini dengan serta
merta membawa masyarakat pada kemandirian dalam menentukan sikap dan
keberpihakan pada satuan kelompok suku atau orang-orang kuat untuk
mempertahankan otonomi dengan tetap berpegang pada kepercayaan lokal yang
tradisional.

Dengan demikian perang tanding merupakan jalan untuk mengakhiri semua
gangguan psikologis terhadap kesetaraan yang telah ditetapkan secara lokal atau
menerima kenyataan adanya diferensiasi hirarkis. Setiap orang Adonara menyadari dan
menghargai kemanfaatan atau bahkan pentingnya berintegrasi ke dalam sebuah struktur
yang lebih luas yang diperoleh melalui perang tanding. Juga menyadari akibat yang
merugikan jika seseorang atau sekelompok orang mengambil bagian dalam jaringan
yang lebih luas dalam kondisi yang tidak menguntungkan dari sebuah perang tanding.

Ketiga, perang tanding sebagai ziarah harga diri. Tradisi suku mia (mia = malu),
lewotana gehi (gehi = tidak mau) atau lewotana mia, membuat orang Ado-nara
cenderung mengagungkan pembelaan harga diri melalui perang tanding. Lewotana ini
menyangkut ar-tian nyata maupun abstrak yang dijadikan sebagai ri-tual dan tabu dalam
menentukan perang tanding. Dalam masyarakat tradisional yang cenderung
mendekatkan diri dengan alam, tabu atau larangan selalu dijunjung tinggi. Melanggar
larangan atau yang tabu, dapat memicu dilakukan perang tanding.

Keempat, perang tanding di Adonara tidak sama dengan kerusuhan (riot) yang
sifatnya spontan karena banyaknya orang di suatu tempat (crowd). Perang tanding di
Adonara dilakukan melalui sebuah fase ritual yang sangat rumit, melalui puasa maupun
pantang, dan memakan waktu yang sangat lama. Bisa berminggu-minggu, berbulanbulan
bahkan sampai bertahun-tahun. Proses ini dimulai dari mula ekeng peri wato
untuk menyatukan niat antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan
antara manusia, alam dan Rera Wulang, sampai adanya petunjuk yang datang melalui
mimpi (nureng).

Mimpi ini kemudian dikaji dan dianalisa oleh orang-orang tertentu untuk mendapat
kepastian. Se-perti restu Rera Wulang, dan waktu untuk memulai perang tanding. Suatu
hal yang agak unik, adalah ke-tika seseorang pergi ke medan perang, ia tidak
membangun kesombongan di dalam diri untuk ber-perang atau membunuh orang. Yang
dibatini adalah, bagaimana koda itu dibawa kepada lawan, agar lawan dapat
membayarnya sebagai pelunasan hutang.

Kelima, dalam setiap perang tanding ada sportivitas. Masing-masing orang yang
berhadapan secara kejam dan ingin membunuh, tidak menyimpan dendam. Oleh karena
dendam dan permusuhan hanya berada pada pihak-pihak yang bersengketa. Ada tradisi
yang dihormati bersama: pagi perang, siang istirahat, sore perang lagi.

C.KONFLIK DI ADONARA

Konflik dalam artian luas dipicu atau selalu diawali oleh dua unsur yang
seringkali tidak disadari. Pertama, pengaruh eksternal masyarakat, seperti hasutan dari
orang-orang tertentu dan adu domba dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan
politis atau kepentingan irasional lainnya. Kedua, suasana batin atau faktor internal
masyarakat yang sudah lama menyimpan dendam, kejengkelan, amarah dan kebencian
terhadap orang tertentu atau golongan tertentu dalam masyarakat.

Apabila ditelaah, konflik di Pulau Adonara tidak sama dengan konflik sosial yang
melanda Indonesia seperti di Ambon, Kalimantan, Poso, Aceh dan Timor Timur
(sebelum merdeka). Konflik di Adonara, umumnya merupakan konflik nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat, baik nilai hidup antarpribadi maupun antarkelompok. Konflik ini
sangat dilatarbelakangi antara lain oleh hak-hak dasar, filsafat hidup, budaya dan citacita
tentang kehidupan bersama yang dibangun dalam lewotana.

Dengan demikian setiap konflik di Adonara harus dipahami secara utuh sebagai
manifestasi dari sejumlah gejala, yang dapat disoroti dari sudut pandang interaksi sosiokultural,
baik dalam kehidupan tradisional sebelum kemerdekaan Indonesia maupun
kehidupan moderen setelah kemerdekaan.

Sebelum kemerdekaan, konflik yang terjadi umumnya berhubungan dengan
perjuangan nilai-nilai hakiki yang hidup dalam masyarakat seperti keadilan, kedamaian
dan konsistensi penerapan hukum tidak tertulis (lewo murung atau lewo puro lakang).

Dimensi konflik seperti ini tidak meluluh negatif, tetapi bisa memperbaiki kehidupan
sosial masyarakat dalam memprioritaskan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, tanggung
jawab dan kesejahteraan umum.

Adanya konflik, terutama antarsuku akibat interaksi antara dua pihak yang
mengandung aksi dan reaksi. Menurut Sellin (1938), konflik suku atau etnis yang
berdampak kekerasan disebabkan oleh:
1. Adanya suatu kelompok kebudayaan bermigrasi ke daerah kebudayaan
    lain, atau norma dari suatu ke-lompok kebudayaan diperluas atau
    diberlakukan pa-da kelompok kebudayaan lain.
2. Ada peraturan yang tidak tertulis yang dimiliki oleh kelompok budaya
    tertentu berbenturan pada batas kebudayaan kelompok lain.

Meskipun konflik di Adonara memiliki hal-hal yang bersifat partikulir, namun
secara umum disebabkan oleh:

Pertama, faktor struktural terutama kesenjangan budaya atau berbenturannya
batas budaya nalang-mureng, medhong-melang, titeng-ata raeng, ina bine wae bumang
(perempuan). Konflik semacam ini berkembang menjadi fungsional jika muncul aksi dan
reaksi atas pengingkaran konsensus mengenai kepentingan menjaga batas budaya
tersebut. Kedua, faktor pemercepat konflik, terutama pengaruh yang memicu meluasnya
konflik yang melibatkan pihak ketiga dengan eskalasinya meluas menjadi perang
tanding.

Konflik yang diselesaikan melalui perang tanding, dapat memungkinkan
dibangunnya tatanan hidup baru, seperti : prinsip-prinsip harmoni, yakni:
1. Menjaga agar lewotana aken data. Lewotana tidak boleh dibuat hancur, baik
    secara fisik maupun tatanan kehidupan sosial kemasyarakatannya. Apabila ada
    perang tanding harus dilakukan di luar desa (lali dulhing).
2. Setia pada kesepakatan tidak tertulis yang disebut "nayung bahyang".
    Kesepakatan ini merupakan perjanjian atau konsensi perang antara suku dengan
    suku, atau antara wilayah dengan wilayah.

Kedua, dengan perang tanding tercipta sirkulasi kepemimpinan tradisional dalam
setiap tatanan suku atau desa. Ada adigium klasik; perang tanding selalu melahirkan
pemberani (meang atau menenoneng) dan pemimpin (deket). Namun seorang
pemberani, tidak selamanya pemimpin. Deket atau pemimpin biasanya muncul dan
diakui secara alamiah. Selain karena keberaniannya, ia juga memiliki kemampuan
sebagai ahli perang dan menjadi orang kuat, dimana keberadaannya ibarat sebuah
pohon yang rindang, tempat semua orang dapat berteduh dan meminta perlindungan.

Lahirnya deket atau pemimpin tradisional tidak selamanya dari lewo alapeng
(pemilik kampung ha-laman) atau wruing koleng (sulung) dalam sebuah suku. Peranan
yang silih berganti ini, selalu memunculkan konflik baru dalam kehidupan masyarakat
tradisional yang disebut pukeng wewa kiring. Konflik semacam ini selalu berkembang
menjadi perang tanding yang memungkinkan di Adonara ada istilah kakang kemuha
tobu lewo, aring pekeng lewo atau sebaliknya aring kemuha tobu lewo, kakang pekeng
lewo. Artinya yang kuat tinggal di kampung halamannya, sedangkan yang kalah
tinggalkan kampung halamannya. Dalam tatanan hidup sekarang, hal ini sangat rentan
terhadap konflik. Karena adanya antagonisme antara kekuatan sosial di Adonara yang
cenderung berorientasi ke masa lalu dan secara konservatif menggugat kemapanan
peranan setiap orang dalam proses perubahan.

Ketiga, konflik yang diselesaikan melalui perang tanding juga disadari membawa
akibat kebinasaan dan kehancuran yang membuat manusia tercerai berai meninggalkan
kampung halamannya, harta bendanya dan kehilangan harga diri. Akibat perang tanding
di Adonara (sebelum kemerdekaan) ada suku-suku yang kehilangan segala-galanya,
dan menjadi budak suku lainnya.

Ada suku yang tidak berdaya dan mencari perlindungan pada suku lainnya. Ada
suku yang menang perang tetapi lepat nuho raang rehika, tidak mampu melaksanakan
kewajiban perang kepada pihak yang membantunya dalam perang, maka harus
membagikan harta bendanya, tanah sampai manusia kepada ata deket yang lazim
disebut "sige bedi borang nara".

Setelah kemerdekaan, konflik di Adonara yang meluas sampai perang tanding
memang sering terjadi tetapi pemicunya bukan hanya faktor struktural kesenjangan
budaya atau berbenturannya batas budaya saja. Konflik yang muncul dewasa ini kiranya
dipahami secara utuh sebagai manifestasi dari sejumlah gejala: pertama, adanya
antagonisme antara kekuatan sosial di Adonara yang cenderung berorientasi ke masa
lalu dan secara konservatif menggugat kemapanan peranan setiap orang dalam proses
perubahan. Gejala ini merupakan perwujudan dari menguatnya revolusi identitas yang
bertali temali dengan stereotip prasangka dan reproduksi rancang bangun identitas baru
dalam ruang yang berubah.

Pertama pada tingkat individu ada memori kolektif masyarakat yang dibangun
oleh konflik masa lalu, terutama melalui bahasa tutur. Ada budaya yang salah di
Adonara, yakni mempercayai tutur orangtua sebagai doktrin. Persoalannya, jika
orangtua yang menuturkan cerita koda kiring alapeng, dalam arti tahu betul persoalan
dan menuturkannya secara benar, maka yang diwariskan adalah kebenaran koda kiring.
Sehingga generasi baru dapat memahami secara benar perubahan atau berbeloknya
sejarah keberadaan mereka.

Sedangkan apabila orangtua mereka tidak tahu apa-apa, maka anak
bersangkutan akan menangkap cerita tanpa isi. Cerita yang salah ini kalau diyakini
sebagai doktrin dengan sendirinya akan berbenturan dengan pandangan pihak lain yang
benar. Hal ini kalau tidak dimediasi, maka akan tetap memicu konflik yang dapat
berkembang menjadi perang tanding. Oleh karena masing-masing pihak akan selalu
merasa benar.

Kedua, terjadi penyimpangan atas aturan yang tidak tertulis, kesepakatan atau
nayung bahyang oleh karena dalam berinteraksi masing-masing pihak secara individu
atau berkelompok (suku) merasa lebih dari yang lain.
Ketiga, ada ketimpangan atau ada sumber penghasilan yang menjadi rebutan,
terutama tanah atau kebun.

4. SOLUSI PERANG TANDING

Untuk mengatasi konflik dan perang tanding di Adonara, maka perlu diupayakan:

Pertama, persoalan yang menjadi akar konflik hendaknya benar-benar mampu
diungkap secara gamblang, meskipun fakta yang mengemuka mungkin sangat tidak
mengenakkan bagi salah satu suku. Menuntaskan segala permasalahan yang menjadi
sumber konflik tetap merupakan agenda terpenting bagi pencegahan perang tanding.
Bila hal ini tidak terpecahkan, maka wilayah konflik tetap menjadi api dalam sekam yang
apabila ditiup oleh angin sedikit pun akan membara dan menyala.

Kedua, perlu kebesaran hati untuk memahami bahwa berbe-loknya sejarah tidak
bisa dibeli. Tetapi yang kita butuhkan ada-lah menegakkan posisi tawar guna
menemukan solusi terbaik penyelesaian berbagai konflik atau kekerasan sistematis
dalam bentuk perang tanding. Untuk itu diperlukan kemauan, kerelaan dan kerendahan
hati dari semua elite Adonara untuk mengem-bangkan sirkulasi kepemimpinan baik
formal maupun informal dalam menyelesaikan setiap konflik dan perang tanding.

Ketiga, untuk kasus Tobi-Lewokeda kiranya selain upaya pemerintah yang
sementara ini sedang berjalan, dibutuhkan pula kemampuan atau sikap disorientasi
sosial dalam perilaku masyarakat maupun elite Adonara untuk mengembangkan
prosedur resolusi konflik yang di dalamnya terdapat upaya:
1. Mengembangkan proses mediasi dan fasilitasi untuk mengakhiri konflik
    dan perang tanding.
2. Mendesain atau merancang konsepsi keterlibatan pihak ketiga yang
    benar-benar netral, terutama suku atau desa-desa di Adonara yang
    pernah membangun konsensus atau nayung bahyang dengan kedua
    belah pihak yang berperang tanding, guna memperkecil ruang
    dilakukannya perang tanding.

` Keempat, perang tanding di Adonara dapat dihentikan jika persoalan sepeleh
yang seharusnya ditangani secara cepat tidak dibiarkan berlarut dan perlu kesadaran
semua pihak untuk menyelesaikan setiap persoalan potensial menimbulkan konflik
berkepanjangan sampai perang tanding.

5.UNTUK DIRENUNGKAN

"Bisakah dihentikan perang tanding di Pulau Adonara?" Tanpa ada niat untuk
menggurui pembaca, penulis mengatakan bahwa perang tanding di Adonara bisa
dihentikan; asal ada kerendahan hati, kemauan dan kerelaan dari orang-orang Adonara
untuk menyelesaikan setiap konflik yang terjadi dengan jalan damai.

P I S S

· Penulis,
. pengamat sosial,

Marsel Tupen Masan

( Untuk Bpk. Marsel Tupen Masan, kami dari PanCrue meminta maaf yang sebesar-besarnya karena memuat tulisan ini tanpa sepengetahuan Bpk. Tidak ada maksud untuk melecehkan. Kami hanya ingin tulisan ini dapat dibaca semua masyarakat yg peduli adonara)

PanCRUE [2:51 PM]__

welkam prend

jelleQdesigN

 

jelleQdesigN

Name

URL or Email

Messages(smilies)




archivez


date: March 2007
date: January 2008




Visitor



 

member

Login

UserID :  

Pswrd : 

 

Password Reminder

member Registration

Untuk mendapatkan email gratis di sini anda harus

Klik di Sini

linkz

 

Search>>>

Google

mARZ PANUSA


Dari jauh Nusa Tadon bersatu dalam paguyuban
Satu tekad, satu niat tuk bersatu
Satu hati, satu rasa tuk berpadu

Dari lewo Adonara berkumpul dalam musyawarah
Kita satu dalam satu suara
Kita hidup, kita selalu gembira

Reff.
Mari bersukaria
Mari menggalang persatuan
Mari menjunjung persaudaraan
Nusa Tadon Adonara

PanCRUE


Milis

Click NOW !
Click to join panusamail


IklanGratis

BravoAdonara
adonara malang online


BravoAdonara
adonara malang online


BravoAdonara
adonara malang online


Bagi teman 2X yang ingin mengiklankan barang atau jasanya silahkan kirim lewat email ke ADONARA@PANUSA.ZZN.COM iklan yang dianggap layak akan kami tayangkan di sini. -*PanCRUE

March 22, 2007, 2:47 am : Malang

Email: ADONARA@PANUSA.ZZN.COM
Segala kritik saran bukan caci maki silahkan kirim ke alamat di atas.

Paguyuban Nusa Tadon Adonara Malang Paguyuban Nusa Tadon Adonara Malang Paguyuban Nusa Tadon Adonara Malang Paguuban Nusa Tadon Adonara Malang